Konsep Sejarah Intelektual Islam
dan
Masa Pembinaan Intelektual Islam
Oleh : Aco Wahab
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Sebelum
Nabi Muhammad diutus menjadi seorang rasul, tatanan kehidupan masyarakat bangsa
Arab berada dalam kegelapan dan kejahiliyahan. Dalam kitab Ar-Raahiq
Al-Makhtum dikatakan bahwa pada masa itu kebodohan mencapai puncaknya dan
khurafat merajalela dimana-mana. Wanita diperjual belikan bahkan kadang-kadang
diperlakukan seperti benda mati[1].
Di masa itu perbuatan keji, amoral dan tak manusiawi terjadi pada masyarakat
arab. Seperti membunuh anak wanita mereka karena dianggap aib, perzinahan,
merendahkan harkat dan martabat wanita, gemarnya mereka mengonsumsi minuman
yang memabukkan, perjudian dimana-mana, pencurian, perampokan, perang saudara.
Walaupun demikian bukan berarti bangsa Arab tidak mempunyai nilai-nilai
positif. Diantara sikap positifnya adalah menepati janji, membela harga diri,
martabat, kemerdekaan dan kebebasan mereka apabila diganggu atau dirampas orang
lain, menghormati dan menghargai tamu, berani berkorban untuk membela sesuatu
yang mereka yakini benar. Diutusnya Nabi
Muhammad sebagai seorang Rasul menjadikan bangsa Arab menjadi bangsa yang
diperhitungkan peradabannya. Keluar dari peradaban yang gelap gulita ke
peradaban yang terang benderang.
Bila
berbicara masalah sejarah intelektual Islam maka hal ini tidak bisa dipisahkan
dari peranan penting Nabi Muhammad saw
dalam mendidik generasi para sahabat. Walaupun Nabi Muhammad tidak bisa membaca
dan menulis akan tetapi perhatian Nabi Muhammad akan ilmu pengetahuan sangatlah
besar. Musyrifah Sunanto dalam bukunya Sejarah
Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam mengatakan bahwa dalam masalah ilmu pengetahuan perhatian
Rasul Muhammad sangat besar. Rasulullah saw memberi contoh revolusioner
bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu.[2]
Rasulullah memiliki landasan dasar dalam melakukan pembinaan para sahabat
sehingga menjadi intelektual Islam yang beradab. Oleh sebab itu atas dasar
latar belakang inilah penulis berusaha untuk menggali konsep sejarah intelektual
Islam serta masa pembinaan intelektual Islam yakni masa kenabian.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Sejarah Intelektual Islam
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah
adalah pengetahuan atau uraian tentang peristiwa
dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau.[3] Menurut Dudung Abdurrahman
dalam bukunya Metodologi Penelitian
Sejarah Islam dalam perkembangannya, sejarah hanya sebatas pada aktivitas
manusia berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu (unik) yang disusun
secara kronologis.[4]
Jadi sejarah adalah pengetahuan tentang peristiwa yang benar-benar terjadi di
masa lampau yang berkaitan dengan aktivitas manusia secara kronologis.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia intelektual
adalah cerdas, berakal, dan berpikiran jernih
berdasarkan ilmu pengetahuan[5]. Menurut Gunarsa Intelektual merupakan suatu kumpulan
kemampuan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam
hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.[6] Dalam Republik Pos
dituliskan bahwa intelektual adalah orang yang mencoba membentuk lingkungannya
dengan gagasan-gagasan analitis dan normatifnya.[7] Jadi intelektual adalah
orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam aktivas kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan gagasan-gagasan analitis dan
normatif.
Menurut
Leo Agung dalam bukunya Sejarah
Intelektual mengatakan bahwa sejarah intelektual adalah sejarah yang
mempelajari tentang etos, jiwa, ide, atau nilai-nilai yang mempengaruhi
kehidupan manusia atau masyarakat bahkan bangsa dan negara, dari zaman dulu
kala hingga sekarang sehingga ideologi menjadi dasar bagi perubahan dan
perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara.[8]
Sedangkan dalam bahasa Sartono Kartodirdjo, sejarah intelektual adalah mencoba
mengungkapkan latar belakang sosio kultural para pemikir agar dapat
mengekstrapolasikan faktor-faktor sosio kultural yang mempengaruhinya.[9]
Jadi sejarah intelektual Islam adalah sejarah yang
mempelajari tentang etos, jiwa, ide atau nilai-nilai Islam yang mempengaruhi
kehidupan manusia dimulai dari diangkatnya Nabi Muhammad menjadi seorang Nabi
dan Rasul hingga sekarang sehingga menjadi dasar perubahan dan perkembangan
umat manusia.
B.
Konsep
Intelektual Dalam Islam
Tugas seorang
intelektual menurut International
Encyclopaedia of the Social Science, adalah ‘menafsirkan pengalaman masa lalu masyarakat, mendidik
pemuda dan tradisi dan ketrampilan masyarakatnya, melancarkan dan membimbing pengalaman
estetis dan keagamaan berbagai sektor masyarakat’. Konsep intelektual di dalam
Islam, tidak cukup jika seseorang hanya memahami sejarah bangsanya, dan sanggup
melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatif saja, tetapi dia juga harus seorang
Islamologis atau menguasai sejarah Islam. Untuk menyebut intelektual Islam ini,
Al-Qur’an mempunyai istilah khusus yakni Ulul-Albab.[10]
Adapun ciri-ciri
intelektual Islam (Ulul Albab) sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an
adalah:
1. Bersungguh-sungguh dalam mencari
ilmu
“Dan orang yang
bersungguh-sungguh dalam ilmu pengetahuan, mengembangkannya dengan seluruh
tenaganya, sambil berkata, ‘Kami percaya, ini semuanya berasal dari hadirat
Tuhan kami,’ dan tidak mendapat peringatan seperti itu kecuali ulul-albab.”
(QS. Ali Imran:7).
2. Mampu membedakan yang jelek dari yang baik, dan dia
menjatuhkan pilihan pada yang baik, meski harus sendirian mempertahankan
kebaikan itu walau harus berhadapan dengan banyak orang yang berpihak pada kejelekan.
“Katakanlah, tidak
semua kejelekan dan kebaikan, walaupun banyaknya kejelekan itu mencengangkan
engkau. Maka takutlah kepada Allah, hai ulul-albab.” (QS. Al-Maidah: 100).
3. Kritis dalam membaca pembicaraan
orang lain, pandai mempertimbangkan ucapan, teori, proposi, pendapat atau
dalil-dalil yang dikemukakan oleh orang lain.
“Yang mendengarkan
perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah
orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah ulul-albab.”
(QS. Az-Zumar: 18)
4. Senantiasa mengamalkan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki
masyarakatnya, bersedia memberikan peringatan kepada masyarakat, dan berani
menyampaikan protes jika terjadi ketimpangan dan ketidakadilan.
“(Al-Qur’an) ini
adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan
dengan dia, dan supaya mereka mengetahui bahwasannya Dia adalah Tuhan Yang
Mahaesa dan agar ulul-albab mengambil pelajaran.” (QS. Ibrahim: 52)
Kehadiran ulul-albab
di tengah-tengah masyarakat senantiasa memberikan pencerahan, dan selalu berbuat sesuatu untuk
kebaikan orang lain. Sudah barang tentu dengan menjadikan hukum Islam sebagai sandaran
dari perbuatannya.
5. Tidak takut kepada siapapun kecuali
kepada Allah.[11]
Tentu
hal ini jelas berbeda dengan intelektual barat yang memisahkan antara ilmu dan
agama. Pandangan intelektual barat banyak bergantung dengan akal dan logika
seperti filsafat dan sains. Sedangkan intelektual Islam menjadikan Al-Qur’an
dan Hadits sebagai landasan berpikir. Intelektual Islam disamping mempunyai
ilmu yang luas juga memiliki adab. Hal ini berbeda dengan intelektual barat
yang hanya cukup dengan ilmu yang luas.
C.
Pembinaan
Intelektual Islam Masa Kenabian
Masa pembinaan intelektual Islam
dimulai sejak Nabi Muhammad saw diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Diangkatnya
Nabi Muhammad menjadi Nabi ditandai dengan turunnya surah al-Alaq ayat 1-5 yang
artinya
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS Al-Alaq: 1-5).
Kemudian disusul dengan wahyu yang
berikutnya, yaitu QS. Al Muddatsir ayat 1–7 yang menandai diangkatnya menjadi
seorang Rasul:
“Hai orang yang berkemul (berselimut). bangunlah, lalu
berilah peringatan!. dan Tuhanmu agungkanlah!. dan pakaianmu bersihkanlah. dan
perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah”. (QS Al-Muddatsir)
Perintah dan petunjuk tersebut
pertama-tama ditujukan kepada Nabi Muhammad saw tentang apa yang harus beliau
lakukan, baik terhadap dirinya sendiri maupun umatnya. Kemudian bahan materi
pendidikan tersebut diturunkan secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
Setiap kali menerima wahyu, segera disampaikan kepada umatnya diiringi penjelasan
dan contoh-contoh bagaimana pelaksanaannya.[12]
Pendidikan pada masa ini merupakan prototype
yang terus menerus dikembangkan oleh umat Islam untuk kepentingan pendidikan
pada zamannya. Masa tersebut berlangsung sejak Nabi Muhammad saw menerima wahyu
dan menerima pengangkatannya sebagai Rasul, sampai dengan lengkap dan
sempurnanya ajaran Islam menjadi warisan budaya umat Islam, sepeninggal Nabi
Muhammad saw. Masa tersebut berlangsung selama 22 atau 23 tahun sejak beliau
menerima wahyu pertama kali, yaitu 17 Ramadhan 13 tahun sebelum Hijrah (6
Agustus 610 M) sampai dengan wafatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H (8
Juni 632 M).
Musyrifah
Sunanto dalam bukunya Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
mengatakan bahwa dalam masalah ilmu pengetahuan perhatian Rasulullah Muhammad saw
sangat besar. Rasulullah saw memberi contoh revolusioner bagaimana seharusnya
mengembangkan ilmu[13].
Rasulullah mendapatkan hal-hal yang akan menjadi landasan dasar dalam usahanya,
yaitu:
1. Wahyu
pertama yang diterima Rasul berbunyi bacalah. Perintah ini pada hakikatnya
adalah pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu tindakan awal yang
membebaskan umat manusia dari ketidaktahuan.
2. Bangsa
Arab adalah bangsa yang kuat hafalannya, sedangkan hafalan merupakan salah satu
alat untuk pengembangan ilmu. Oleh karena itu memanfaatkan keistimewaan daya
ingat bangsa Arab dengan menghafal al-Qur’an sungguh-sungguh sehingga mereka
dapat menghafal secara autentik dan utuh.
3. Nabi
membuat tradisi baru yaitu mencatat dan menulis.
4. Al-Qur’an
merupakan sumber inti ilmu pengetahuan.[14]
Dengan
landasan-landasan itu Rasul mulai membangun jiwa ummat Islam. Rasul membimbing
sahabat-sahabat untuk beriman dan berilmu. Rasul mengajak sahabat-sahabat untuk
memercayai Allah yang Maha Esa, tidak syirik, berakhlak mulia, dapat dipercaya,
jujur, dan sekaligus berilmu. Rasul menjelaskan kepada para sahabat tentang
Islam, tentang amal sholeh, tentang kepercayaan.[15]
Dengan
bimbingan Nabi dan pengaruh Al-Qur’an telah lahir orang-orang pandai. Diantarnya
adalah Umar bin Khattab mempunyai keahlian dalam menentukan hukum, sangat
jenius dalam menata lembaga pemerintahan, Ali bin Abi Thalib sebagaimana Umar
juga memiliki keahlian dalam bidang hukum dan bidang tafsir, Abdurahman bin Auf
memiliki keahlian dalam entrepreneurship, Khalid bin Walid ahli dalam strategi
perang, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Kaab ahli dalam tafsir Al-Qur’an,
Abdullah bin Umar pengumpul hadits yang ulung, Zaid bin Tsabit ahli dalam
masalah pembagian harta warisan, Amru bin Ash ahli diplomasi Ulung dan banyak
lagi sahabat yang memiliki keahlian dibidangnya masing-masing.
Dalam pembinaan intelektual Islam masa
kenabian dibagi menjadi dua periode, yaitu: periode Makkah dan periode Madinah.
Masa pembinaan pada periode Makkah berjalan kira-kira 13 tahun dan masa
pembinaan periode Madinah berjalan 10 tahun.
1.
Pembinaan Intelektual Islam
Periode Makkah
Pembinaan
intelektual Islam pada periode Makkah, diawali dengan diangkat Nabi Muhammad
menjadi seorang Rasul.
2. Materi
Pokok Masa Pembinaan Intelektual Islam Periode Makkah
Pada
masa pembinaan intelektual Islam periode Makkah ada beberapa bidang pokok yang
diajarkan oleh Rasulullah, yaitu:
a. Pendidikan
Tauhid
Intisari
pendidikan Islam di Makkah adalah ajaran tauhid yang menjadi perhatian utama
Rasulullah. Betapa pentingnya pendidikan tauhid ini karena pada saat itu
masyarakat Jahiliyah sudah banyak menyimpang dari ajaran tauhid yang telah
dibawa oleh Nabi Ibrahim. Seperti melakukan penyembahan berhala, mengundi nasib
dengan anak panah, percaya ramalan, dan lain-lain. Oleh sebab itu tauhid
merupakan pondasi paling dasar yang harus ditata terlebih dahulu.
b.
Pengajaran Akhlak
Selain
mengajarkan pentingnya tauhid, Rasulullah juga mengajarkan akhlak. Tidak hanya
sekedar mengajarkan, Rasulullah juga menjadi teladan dalam pengamalan akhlakul
karimah. Diantaranya jujur, menepati janji, amanah, berbuat baik kepada orang
tua, dan lain-lain.
c. Pengajaran
Al-Qur’an
Al-Qur’an
adalah firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui
malaikat Jibril as untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur’an merupakan sumber
utama ajaran Islam. Menurut Musyrifah Sunanto dalam bukunya Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam bahwa Al-Qur’an adalah sumber inti ilmu pengetahuan,
karena Al-Qur’an memuat:
1. Kisah ummat-ummat terdahulu
2. Segala macam hukum dasar:
perkawinan, perdata, pidana, perniagaan, juga berbagai perundang-undangan:
politik, ekonomi, dan social.
3. Sifat-sifat Allah swt seperti Ilmu,
Qudrah, Iradah, Wahdaniyyah dan lain-lain.[16]
Sedangkan
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah
Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam pada masa
Makkah meliputi:
a.
Pendidikan
Keagamaan
yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata
jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
b.
Pendidikan
Aqliyah dan Ilmiah
yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah
dan kejadian alam semesta.
c.
Pendidikan
Akhlak dan Budi pekerti
yaitu Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada sahabatnya
agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
d.
Pendidikan
Jasmani atau Kesehatan
yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan
tempat kediaman.[17]
Pada masa ini pembinaan awalnya
dilakukan di rumah Rasulullah sendiri. Kemudian Rasulullah membuat tempat
pertemuan di rumah salah seorang sahabat yang bernama Abu al-Arqam yang berada
di luar Makkah yang lebih dikenal dengan sebutan Darul Arqam. Disinilah Rasulullah membimbing
dan mendidik ummat Islam awal sehingga tempat ini menjadi lembaga pendidikan
pertama yang didirikan Rasulullah.[18]
3.
Pembinaan Intelektual Islam Periode Madinah
Shafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam
kitab Ar-Rahiq Al-Makhtum mengatakan
bahwa ketika keputusan keji kafir Quraisy untuk membunuh Nabi Muhammad saw
telah diambil, malaikat Jibril turun membawa wahyu, yang isinya memberitahukan
kepada beliau tentang persengkongkolan kaum Quraisy tersebut dan izin Allah
kepada beliau untuk hijrah dari Mekkah[19]. Akhirnya beliau beserta para
sahabat-sahabatnya hijrah ke kota Yastrib yang akhirnya berubah nama menjadi Madinatur Rasul saw (kota Rasulullah)
yang kemudian diungkapkan dengan Madinah supaya lebih ringkas.[20]
Maka setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah kembali melakukan pembinaan umat
Islam dengan lingkungan baru di Madinah.
Hal
pertama yang dilakukan Rasulullah dalam pembinaan kepada generasi para sahabat
adalah dengan membangun masjid. Masjid yang pertama kali dibangun adalah masjid
Quba yang dijadikan Rasulullah sebagai institusi pendidikan. Melalui masjid
ini, Rasulullah memberikan pengajaran dan pendidikan Islam. Ayat-ayat Al Qur’an
yang diterima di Madinah sebanyak 22 surat, sepertiga dari isi Al Qur’an.[21]
Di masjid itulah pusat kegiatan pendidikan Rasulullah saw bersama kaum muslimin
membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan
persatuan kesatuan umat. Di masjid itu juga digunakan untuk bermusyawarah
mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjamaah, membacakan Al Qur’an,
maupun membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan.[22]
Tujuan
dan materi pendidikan Islam di Madinah semakin luas dibandingkan pendidikan
Islam di Makkah, seiring dengan perkembangan masyarakat Islam dan
petunjuk-petunjuk Allah. Pendidikan Islam tidak hanya diarahkan untuk membentuk
pribadi kader Islam, tetapi umat Islam juga dibekali dengan pendidikan tauhid,
akhlak, amal ibadah, kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaan, ekonomi,
kesehatan, bahkan kehidupan bernegara.[23]
4. Materi
Pokok Masa Pembinaan Intelektual Islam Periode Madinah
Adapun materi pokok pembinaan
intelektual Islam pada periode Madinah adalah:
a. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru,
menuju satu kesatuan sosial dan politik. Dalam hal ini Rasulullah melaksanakan
pendidikan sebagai berikut:
1.
Rasulullah saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertengkaran antar suku
(Khajraj dan Aus), dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.
2.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Rasulullah menganjurkan kepada kaum
Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan
masing-masing seperti waktu di Makkah.
3. Menjalin kerjasama dan tolong menolong dalam membentuk
tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan
puasa yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab
sosial.
4.
Disyariatkannya media komunikasi
berdasarkan wahyu, yaitu shalat jumat yang dilaksanakan secara berjamaah dan
adzan. Dengan shalat jumat tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul
langsung mendengar khotbah Rasulullah SAW dan shalat jumat berjamaah.
b. Pendidikan
sosial politik dan kewarganegaraan, dilaksanakan melalui:
1.
Pendidikan ukhuwah (persudaraan) antar
kaum muslimin.
2.
Pendidikan kesejahteraan sosial dan
tolong menolong.
3.
Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum
kerabat.[24]
c. Pendidikan anak dalam Islam. Rasulullah
selalu mengingatkan kepada umatnya, antara lain:
1.
Agar kita selalu menjaga diri anggota
keluarga dari api neraka.
2.
Agar jangan meninggalkan anak dan
keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
3.
Orang yang dimuliakan Allah adalah
orang yang berdoa agar dikaruniai keluarga dan keturunan yang menyenangkan
hati.
Bentuk-bentuk pendidikan anak dalam
Islam sebagaimana digambarkan dalam QS.
Luqman ayat 13–19 adalah:
1. Pendidikan tauhid.
2. Pendidikan shalat.
3. Pendidikan sopan dan santun dalam
keluarga.
4. Pendidikan sopan dan santun dalam
mayarakat.
5. Pendidikan kepribadian.
d.
Pendidikan HANKAM (pertahanan dan keamanan) dakwah Islam.
Rasulullah meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat, yaitu:
1. Pembangunan masjid, selain digunakan untuk
tempat shalat, sarana mempersatukan umat Islam, bermusyawarah, masjid juga
berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
2.
Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama
muslim), Rasulullah mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Ansor.
Dengan demikian persaudaraan berdasarkan agama, bukan hanya berdasarkan darah.
3.
Hubungan
persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.[25]
- Lembaga
Pendidikan di Masa Pembinaan Intelektual Islam
1. Darul
Arqam
Rumah
merupakan tempat pendidikan awal yang diperkenalkan ketika Islam mulai
berkembang di Makkah, Rasululullah Saw menggunakan rumah Arqam bin Abi al-Arqam
di al-safa sebagai tempat pertemuan dan pengajaran dengan para sahabat.
Bilangan kaum muslimin yang hadir pada masa awal Islam ini masih sangat kecil,
tetapi makin bertambah sehingga menjadi 38 orang yang terdiri dari golongan
bangsawan Quraisy, pedagang dan hamba sahaya. Di al-Arqam, Rasulullah Saw
mengajar wahyu yang telah diterimanya kepada kaum Muslim. Beliau juga
membimbing mereka menghafal, menghayati dan mengamalkan ayat-ayat suci yang
diturunkan kepadanya.
2. Masjid
Fungsi
masjid selain tempat ibadah ialah sebagi tempat penyebaran dakwah dan ilmu
Islam. Masjid juga menjadi tempat menyelesaikan masalah individu dan
masyarakat, tempat menerima duta-duta asing, tempat pertemuan pemimpin-pemimpin
Islam, tempat bersidang dan madrasah bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu
khususnya tentang ajaran Islam.
Setelah
hijrah ke Madinah, pendidikan kaum muslim berpusat di masjid-masjid.
Masjid Quba’ merupakan masjid pertama yang dijadikan Rasulullah Saw
mengajar dan memberi khutbah dalam bentuk halaqah dimana para
sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya jawab
berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari.
Semakin luas wilayah-wilayah yang ditaklukkan Islam, semakin
meningkat bilangan masjid yang didirikan. Diantara masjid yang dijadikan pusat
penyebaran ilmu dan pengetahuan ialah Masjid Nabawi , Masjidil Haram, Masjid
Kufah, Masjid Basrah dan banyak lagi.
3. Suffah
Al-Suffah
merupakan ruang atau bangunan yang bersambung dengan masjid. Suffah dapat
dilihat sebagai sebuah sekolah karena kegiatan pengajaran dan pembelajarn
dilakukan secara teratur dan sistematik. Contohnya Masjid Nabawi yang
mempunyai suffah yang digunakan untuk majelis ilmu. Lembaga ini juga menjadi
semacam asrama bagi para sahabat yang tidak atau belum mempunyai tempat tinggal
permanen. Mereka tinggal di suffah ini disebut Ahlus Suffah.
4. Kuttab
Kuttab
didirikan oleh bangsa Arab sebelum kedatangan Islam dan bertujuan memberi
pendidikankepada anak-anak. Namun demikian, lembaga pendidikan tersebut tidak
mendapat perhatian dari masyarkat Arab, terbukti karena sebelum
kedatangan Islam, hanya 17 orang Quraisy yang tahu membaca dan menulis
dilakukan oleh guru-guru yang mengajar secara sukaela. Rasulullah Saw juga
pernah memerintahkan tawana perang Badar yang mampu baca-tulis untuk mengajar
10 orang anak-anak Muslim sebagai syarat membebaskan diri dari tawanan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sejarah intelektual Islam adalah sejarah
yang mempelajari tentang etos, jiwa, ide atau nilai-nilai Islam yang
mempengaruhi kehidupan manusia dimulai dari diangkatnya Nabi Muhammad menjadi
seorang Nabi dan Rasul hingga sekarang sehingga menjadi dasar perubahan dan perkembangan
umat manusia.
2. Konsep
intelektual dalam Islam, tidak cukup jika seseorang hanya memahami sejarah
bangsanya, dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatif saja,
tetapi dia juga harus seorang Islamologis atau menguasai sejarah Islam.
Al-Qur’an mempunyai istilah khusus yakni Ulul-Albab. Gagasan yang lahir dari
intelektual Islam berlandaskan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Berbeda dengan
intelektual barat, pandangan intelektual barat banyak bergantung dengan akal
dan logika seperti filsafat dan sains. Sedangkan intelektual Islam menjadikan
Al-Qur’an dan Hadits sebagai landasan berpikir. Intelektual Islam disamping mempunyai ilmu
yang luas juga memiliki adab. Hal ini berbeda dengan intelektual barat yang
hanya cukup dengan ilmu yang luas.
3. Masa
pembinaan intelektual Islam dimulai semenjak diangkatnya Nabi Muhammad saw
menjadi Nabi dan Rasul. Pembinaan masa kenabian dibagi dua periode, yaitu
periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah menekankan pendidikan
tauhid, akhlak dan pengajaran Al-Qur’an. Sedangkan periode Madinah
menekankan pendidikan tauhid, akhlak, amal
ibadah, kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaan, ekonomi, kesehatan,
bahkan kehidupan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
Dudung. 2011. Metodologi Penelitian Sejarah
Islam. Yogyakarta: Ombak.
Agung, Leo. 2013. Sejarah
Intelektual. Yogyakarta: Ombak.
Ahira, Anne. Tanpa Tahun. Sejarah Intelektual. http://www.anneahira.com/sejarah-intelektual.htm. diakses tanggal 27 Juli 17 pukul 17.18 WIB
Al-Qur’an dan terjemahannya.
Departemen Agama Republik Indonesia
Almubarakfuri,
Shafiyyurahman. 2012. Ar Rahiqul
Al-Makhtum. Jakarta: Ummul Qura.
Bahruny. 2009. Sejarah Intelektual Pendidikan Islam. http://bahrunydp.blogspot.co.id/2009/06/makalah-sejarah-intelektual-pendidikan_463.html,
diakses pada tanggal 27 Juli 17 pukul 17.22 WIB
Hafiddin, Hamim. 2012. Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah.
http://www.uinsgd.ac.id/_multimedia/document/20121003/20121003172650_jurnal-tarbiya-2-hamim-hafiddin.pdf.
Diakses tanggal 27 Juli 2017 pukul 20.12 WIB
Hamka.
2017. Sejarah Umat Islam: Pra-Kenabian
Hingga Islam di Nusantara. Jakarta: Gema Insani
Ismail, Faisal. 2017. Sejarah Kebudayaan Islam Perode Klasik (Abad
VII- XIII M). Yogyakarta:
IRCiSoD.
Kemdikbud.
Tanpa Tahun. http://kbbi.web.id. Diakses pada tanggal 27 Juli 2017
pukul 20.23 WIB
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi
Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Mila,
Lastri. 2012. Pengertian Intelektual,
http://lastrimila.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-intelektual.html.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 21.05 WIB
Mubtadi, Sabilul. 2013. Sistem
Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Utsman Bin 'Affan. http://thoriqulmubtadi.blogspot.co.id/2013/11/sistem-pendidikan-islam-pada-masa_26.html.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 20.10 WIB
Multazam, Ahmad. 2013. Pendidikan Masa Pembinaan Islam Periode
Makkah Dan Madinah. http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/12/pendidikan-masa-pembinaan-islam-periode.html.
diakses pada tanggal 27 Juli 17 pukul 18.53 WIB
Sunanto,
Musyrifah. 2015. Sejarah Islam Klasik:
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana.
Tanpa nama. 2007. Tradisi Intelektual di Dunia Barat dan Islam.
https://grelovejogja.wordpress.com/2007/09/26/tradisi-%E2%80%9Dintelektual%E2%80%9D-di-dunia-barat-dan-islam/.
Diakses pada tanggal 30 Juli 2007 pukul 19.57 WIB.
Tanpa nama. 2016. Konsep Intelektual Dalam Islam. http://republikpos.com/2016/01/konsep-intelektual-dalam-islam.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 19.59 WIB
Tanpa Nama. 2012. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam. http://stitattaqwa.blogspot.co.id/2012/01/pengertian-sejarah-pendidikan-islam.html.
Diakses tanggal 27 Juli 2017 pukul 20.20 WIB
Tanpa Nama. 2015. Intelektual Muslim. http://savehun.blogspot.co.id/2015/03/intelektual-muslim.html.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 20.23 WIB
Winda, Asriyani. 2012. Pendidikan Pada Masa Rasulullah
dan Khulafaurrasyidin.
http://astriyaniwinda.blogspot.co.id/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 20.32 WIB
Yuni,
Asmi. 2011. Pemikiran Mahmud Yunus
Tentang Metode Pendidikan Islam. http://repository.uin-suska.ac.id/70/1/2011_201144.pdf.
Pekanbaru: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau. Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 20.11 WIB
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
[1] Shafiyyurahman almubarakfuri, Ar Rahiqul Al-Makhtum, Jakarta: Ummul
Qura, 2012, h.90.
[2] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana, 2015, h. 14.
[3] Kemdikbud, http://kbbi.web.id,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diakses
pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 20.23 WIB
[4] Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam,
Yogyakarta: Ombak, 2011, h. 2
[5] Kemdikbud, http://kbbi.web.id,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diakses pada tanggal 27 Juli 2017
pukul 20.23 WIB
[6] Lastri Mila, Pengertian Intelektual, http://lastrimila.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-intelektual.html.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 21.05 WIB
[7] Tanpa nama, Konsep Intelektual Dalam Islam, http://republikpos.com/2016/01/konsep-intelektual-dalam-islam.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 19.59 WIB
[8] Leo Agung, Sejarah Intelektual, Yogyakarta: Ombak, 2013, h.2
[9] Leo Agung, Sejarah Intelektual, Yogyakarta: Ombak, 2013, h.2
[10] Tanpa nama, Konsep Intelektual Dalam Islam, http://republikpos.com/2016/01/konsep-intelektual-dalam-islam.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 19.59 WIB
[11] Tanpa nama, Konsep Intelektual Dalam Islam, http://republikpos.com/2016/01/konsep-intelektual-dalam-islam.
Diakses pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 19.59 WIB
[12] Ahmad Multazam. Pendidikan Masa Pembinaan Islam Periode Makkah Dan Madinah. http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/12/pendidikan-masa-pembinaan-islam-periode.html.
diakses pada tanggal 27 Juli 17 pukul 18.53 WIB
[13] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana, 2015, h. 14.
[14]
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam
Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana, 2015, h. 14.
[15] Ibid.
[16] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana, 2015, h. 17.
[17] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992, h. 6.
[18] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana, 2015, h. 18.
[19] Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, Ar-Rahiq Al-Makhtum, Jakarta Timur:
Ummul Qura, 2012, h. 303.
[20] Ibid, h.328.
[21]Ahmad Multazam. Pendidikan Masa Pembinaan Islam Periode Makkah Dan Madinah. http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/12/pendidikan-masa-pembinaan-islam-periode.html.
diakses pada tanggal 27 Juli 17 pukul 18.53 WIB
[22] Ibid
[23] Ibid
[24] Ahmad Multazam. Pendidikan Masa Pembinaan Islam Periode
Makkah Dan Madinah. http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/12/pendidikan-masa-pembinaan-islam-periode.html.
diakses pada tanggal 27 Juli 17 pukul 18.53 WIB.
[25] Ahmad Multazam. Pendidikan Masa Pembinaan Islam Periode Makkah Dan Madinah. http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/12/pendidikan-masa-pembinaan-islam-periode.html.
diakses pada tanggal 27 Juli 17 pukul 18.53 WIB
Comments
Post a Comment